Selasa, 07 Oktober 2014

Romantis

Baru saja terlintas di pikiranku tentang bagaimana kelak seorang laki-laki akan melamarku
Bagaimana dengan :
Memberiku sebuah kado yaitu mukenah dengan surat terselip didalamnya dengan tulisan "Jadilah makmumku"
Ah mungkin itu akan menjadi hal romantis yang pernah kudapat

Senin, 06 Oktober 2014

Idul Adha

Kemarin Idul Adha
Banyak kambing dan sapi meneteskan air mata bahagia
Mereka menantikan surga yang ada di depan mata ketika golok penyembelih menyentuh leher mereka
Tak bisa kubayangkan bagaimana perasaan keluarga yang mereka tinggalkan
Bahagia atau sedihkah? Kukira hanya kekasihnya yang bersedih karena pujaan hatinya telah pergi
Meskipun sudah dijanjikan surga oleh Sang Ilahi
Kurasa tak perlu 'ku ceritakan kisah nabi Ibrahim AS dengan nabi Ismail AS
Karena sebagai muslim kau harusnya tau sejarah nabimu
Biar 'ku telaah Idul Adha pada zamanku
Sate, gulai, rawon, dan krengsengan menjadi makanan yang tak pernah alpa di meja makan
Mungkin pemakannya saja yang absen karena sakit kebanyakan makan
Baru saja aku memakan sate
Dan baru kusadari hal besar yang berbahaya akan terjadi karena satu hal
Tusuk sate
Iya, aku membuangnya di tempat sampah
Kurasa nanti malam Ibuku akan membuang sampah rumahku ke TPA depan gang
Dan pastilah tusuk sateku ikut terbuang
Ketika Pak tua sampah memunguti sampah dan tak sengaja kakinya tertancap tusuk sateku
Bahaya
Pastilah berdarah kakinya
Bisa-bisa tetanus! Masuk rumah sakit! Mati!
Segera kuambil tusuk sateku
Tak pikir panjang, ku bakar kau! Dasar tusuk! Sukanya menusuk!
Tapi sebelumnya aku minta maaf kepada Allah telah membuat asap sebab telah membakar tusuk sate ini
Sebagai gantinya nanti aku akan beli 1 bibit pohon
Dan kutanam dirumah

Sehari setelah Idul Adha
Matahari congkak panasnya nyengat

Minggu, 05 Oktober 2014

Cinta Kecilku, Rafi

Aku akan bercerita tentang cinta masa kecilku yang terpisah dan dipertemukan kembali setelah sewindu.
Namanya sempat aku lupa, yang kuingat hanya nama kecilnya Rafi. Tak lupa giginya yang ompong, kata orangtua kebanyakan makan gula-gula
Aku ingat begitu pandainya dia
Tak pernah lepas darinya peringkat satu, dan aku selalu menjadi yang kedua
Aku mengenalnya sejak TK hingga SD kelas 4. Selama itu pula aku menyukainya, juga ingin menggulingkan peringkat satunya. Hingga pada akhirnya aku harus pindah rumah dan sekolah. Seperti pada tulisanku sebelumnya. Ini adalah tulisan yang merupakan bagian yang terpisah.
Tak henti-hentinya aku memikirkannya
Hanya memikirkan, tidak mencoba mencari
Kurasa kalian tau bagaimana seorang anak kecil menyikapi sebuah perpisahan. Diam dan membatin saja
Aku pindah ke sekolah lain
Beranjak SMP aku mulai lupa. Namun pada akhir kelas 3 aku mulai mendapat selentingan kabar darinya
Namun hanya selentingan
SMA aku mulai gencar mencarinya lagi
Entah kenapa aku sangat ingin bertemu dengannya
Mungkin kalian bertanya kenapa tak aku hampiri saja rumahnya. Kawan, aku tak punya keberanian
Hingga pada saat aku menuliskan cerita ini dan kalian membacanya
Dengan kekuatan kamehameha mungkin
Sudah sebulan ini aku bertukar pesan dengannya
Mengucapkan kata manis
Bertukar cerita dan saling memberi semangat
Ya, aku berhasil menemukannya
Memang belum bertemu, aku yakin sebentar lagi akan bertemu. Karena ia janji seperti itu
Dia tak lagi menjadi juara kelas, katanya
Dia sudah menjadi anak yang nakal, katanya
Dia pun malu bertukar pesan denganku saat dia dalam kondisi seperti ini
Entahlah, meskipun sewindu tak ada kabarnya
Perasaan masa kecilku perlahan tumbuh
Kurasa saat ini sudah waktunya aku melupakan laki-laki tinggi besar itu
Terimakasih kamu sudah bersedia datang kembali

Teruntuk Nurrafi Prasetyo Sumarno

Rabu, 01 Oktober 2014

Wanita Zaman Sekarang

Kali ini aku akan menyampaikan pendapatku tentang perempuan zaman sekarang. Begitu pula aku masuk didalamnya, tetapi entah aku mengambil dari sudut mana.
Perempuan zaman sekarang tak henti-hentinya menjadikan diri makhluk paling tersiksa di dunia. Menjadikan diri paling sabar dan tegar.
Setiap hari tak hentinya memainkan jemari diatas tuts ponsel, kemudian mempublikasikan apa yang dirasakan. Begitu pula aku.
Perempuan maunya diperlakukan bak putri oleh seorang laki-laki, mungkin sudah lupa jika ada wanita yang harusnya menuntut lebih, Ibu.
Maunya menang sendiri, jika tidak menang dia akan memanyunkan bibir dan lagi-lagi memainkan jemari diatas tuts ponsel, mempublikasikan hingga sang laki-laki geram. Dan (terpaksa) meminta maaf.
Tak henti-hentinya meneriakkan kata "emansipasi" tapi lupa hukum agamanya. Sama saja.
Masih banyak lagi, tapi cukup untuk kali ini.
Pasuruan, Kamar Mandi Rumah.
Hari kedua dibulan Oktober saat masjid mengaji sebelum adzan subuh.

Selasa, 06 Mei 2014

Untuk Laki-laki Tinggi Besar

Hai Raksasa, apa kabar?
Masih Ingatkah denganku? Mantan Kekasihmu
Ah, kata yang kasar. Mari kita perlembut
Hai Raksasa, masih ingatkah denganku?
Gadis yang sangat mencintaimu!
Yang meneteskan air mata karenamu!
Yang rela menunggu kedatanganmu!
Yang tersakiti oleh masa lalumu!
Ah, maaf. Aku kelepasan
Hai Raksasa, bagaimana keadaan hidupmu?
Baik-baik sajakah? Atau sama denganku? Masih terjerat oleh pesonamu
Hai Raksasa, bagaimana hatimu?
Masih berbentuk normalkah? Atau seperti hatiku? Remuk tak berbentuk
Hai Raksasa, kali ini aku sedang berusaha mengenangmu sebagai raksasa yang paling tampan, raksasa yang baik hati, raksasa yang pandai mencuri cinta
Hai Raksasa, kau yang pernah aku akui sebagai raksasaku
Hai Raksasa, lihat aku masih menulis tentangmu

Sabtu, 03 Mei 2014

Jangan engkel-engkelan


Kau masih bertanya siapa yang bersalah?
Tentu saja aku
Kau masih mengelak dan memaksa untuk bersalah?
Tentu saja tidak bisa karena ini kebenarannya ;
Aku yang bersalah dan kau tidak tau apa-apa
Ah sudahlah, jangan seperti gadis begitu
Kau layaknya menukar kelaminmu denganku
Tidak malu kah dengan kejantananmu?
Hei, jangan lembek
Hus, jangan merengek
Kau buat aku jijik, berhenti sudah
Hentikan!
Jangan engkel-engkelan

Minggu, 20 April 2014

Aku-Kau

Aku adalah kau jika kau adalah aku
Kau adalah aku jika aku adalah kau
Adalah aku kau jika kau aku
Adalah kau aku jika aku kau
Aku kau adalah kau jika aku
Kau aku adalah aku jika kau
Aku adalah kau jika kau adalah aku
Kau adalah aku jika aku adalah kau
Bukan aku jika aku adalah aku
Bukan kau jika kau adalah kau


Aku-Kau

Rabu, 16 April 2014

Aku, jika kau

Aku mencinta tanpa keraguan
Layaknya ombak menerjang karang
Aku mencinta dengan kesetiaan
Layaknya sang surya menyinari dunia
Aku mencinta tanpa kecurigaan
Seperti bulan pada bumi atas banyaknya bintang di angkasa
Aku, jika kau mencintaku
Namun
Aku mencinta dengan pamrih
Aku mencintamu dengan tuntutan kau juga harus mencintaku
Aku adalah ombak, yang akan menerjangmu
Aku adalah sang surya, yang akan membiarkanmu termakan gelap
Aku adalah bulan, yang akan membuatmu lenyap dalam pasang
Aku, jika kau tidak mencintaku

Kamis, 10 April 2014

Cinta Hari Ini

Jika kau bertanya tentang cinta hari ini, bagaimana aku bisa mengeksplornya jika sampai saat ini aku belum mengetahui apa itu cinta
Bisakah kau beri aku referensi wahai pengagum kata cinta, agar aku mendapat ilham dari sana
Tapi apalah guna referensi yang kau beri tanpa arti yang dapat kau ungkap
Yang kudapat hanya kehambaran, juga pengetahuan kosakata saja
Bisakah berhenti untuk mengungkap kata yang tak kau ketahui makna sungguhnya?
Bisakah berhenti menjadi lembek hanya karena kata yang tak kau ketahui maknanya?
Jadilah lebih tegar dari semula
Jadilah mengeksplor kata yang mengisyaratkan makna disetiap hembus nafas
Persetanlah dengan cinta kemarin, hari ini, atau esok

Rabu, 09 April 2014

Mega Setia Rani

Namanya Mega Setia Rani
Panggil dia Rani
Dia teman masa kecilku, hingga aku meninggalkannya. Sendiri
Dia gadis kecil seusiaku
Dia yang terkuat dan terhebat
Jago berkelahi dan pandai mengayuh sepeda besar punya bapaknya
Rani mengajarkanku naik sepeda, hingga mendorongku jatuh
Karena itu aku bisa naik sepeda
Tidak ada yang bisa mengalahkannya, sekalipun lawannya laki-laki
Rani yang pemberani
Tiap petualangan masa kecilku adalah karena adanya
Goresan luka di lengan dan kakiku pun akibatnya
Oh, bukan dia
Tapi aku yang tak sekuat dia
Dia suka kena marah ibunya karena pulang sore bersamaku
Dia suka kena marah ibunya karena 'tak dapat nilai seratus sepertiku
Ibunya, dan orang tua lain tak tau Rani tidak perlu nilai seratus untuk menjadi hebat
Tiap tawaku hanya karenanya
Anak kecil dengan Rani yang ia sebut sebagai sahabatnya
Teringat hingga kini dia yang sering menjahili teman-teman
Dengan kasar melempar sepatunya kearah anak yang menggangguku
Rani, sebut saja dia pahlawanku
Hingga pada saat itu datang
Tiba-tiba ibuku berkata, ibu Rani meninggal
Aku berlari menuju rumahnya
Aku duduk disampingnya, diam saja
Kutatap matanya yang lurus menatap jenazah ibunya
Tatapan kosong, tanpa air mata
Rani
Sejak saat itu jarang kulihat Rani disekolah
Kata bapaknya Rani ada di sawah dan 'tak mau sekolah
Saat itu datang lagi
Aku harus pergi ke kota
Aku pindah rumah, meninggalkannya
Aku berontak untuk tinggal, apa daya anak sepertiku
Hari terakhirku
Aku menemui Rani dan berkata "Rani belajar ya, sekolah Ran. Nanti aku sering kesini"
Sejak saat itu, aku tak mendengar kabar baik darinya
Yang ku tahu dari kabar angin, Rani sekarang tak menjadi perempuan lagi
Hingga detik ini
Siang hari saat angin berhembus di loteng
Adzan berkumandang dengan lantang
Aku masih memikirkannya, berharap dia baik-baik saja
Semoga pesan yang kuantar lewat angin ini sampai kepadanya


Pasuruan, 10 April 2014
pada pukul 12.27 pm

Selasa, 25 Maret 2014

Saksi Mata

Hanya singkat cerita dari cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma, yang sedikit saya rombak.


Ia mengendap.
Seolah ia melihat rahasia besar, tak perlu disebutkan apa.
Namun jika terbongkar sebuah masalah besar bagi mereka.
Ia tertangkap oleh mata mereka.
Ia berlari mencoba meloloskan diri.
Namun tenaganya tak m,encukupi, ia terkejar. Tertangkap.
Dengan (sebenarnya tidak) terpaksa, mereka mengambil apa yang telah ia mengambil saksi dari apa yang mereka lakukan.
Mereka mencongkel matanya.
Yakin telah mati, mereka meninggalkannya tergeletak.
Namun mereka tak tau bahwa hanya gambar saja yang ditangkap dengan mata.
Dan kekuatan telah membangkitkannya, mencoba mengungkap apa yang ia telah saksikan.
Ia berjalan, dengan cucuran darah dari kelopak matanya.
Ia mencari keadilan yang biasa ditentukan oleh ketukan palu. Pengadilan.
Terungkap semua kejahatan mereka, mereka pun ditembak mati.
Ia.
Darah kering masih membalut wajahnya, ketika ia tersenyum dalam kematian sucinya.

Senin, 03 Februari 2014

Tuhan


Tuhan tidak menciptakan hamba yang selalu bersedih dan berputus asa. Tuhan selalu menginginkan hambaNya yang selalu taat kepadaNya dan bahagia dengan hidup yang telah diberikan. Tuhan tidak pernah memberikan cobaan yang benar-benar berat kepada hambaNya, karena Dia selalu menyediakan jalan untuk keluar dari sebuah masalah. Jika kau mengutuk Tuhan atas kesialan yang menimpamu, itu adalah kesalahan karena kau tidak tau apa-apa tentang apa yang akan terjadi. Yang mengetahuinya hanyalah Tuhan, rencananya lebih baik daripada sebuah terkaan hamba yang  jenius sekalipun. Tuhan menciptakan kau karena Dia sudah memiliki rencana. Sembari menunggu terlaksananya rencananya itu kita sebagai hambaNya diberi kesempatan untuk mendekatkan diri kepadanya. Mungkin saja Dia bisa merubah rencanya kepada kita atas usaha kita. Jangan takut akan akhir kehidupan, karena kematian adalah hal yang pasti. Sukar untuk ditebak memang, bagaimana kita mati kelak? Siapa yang akan menemani kala kita mati kelak? Apa yang akan kita lakukan kala kita sudah mati kelak? Akankah kita hanya tertidur pulas dibawah timbunan tanah? Bermain dan bercengkrama bersama cacing? Seiring berjalannya waktu, raga kita hancur. Lalu bagaimana? Sudahlah itu urusan nanti, jangan terlalu dipikirkan, atau kau akan menjadi gila. Hal terpenting adalah selalu mendekatkan diri dengan Tuhan yang menciptakan kehidupan. Entah bagaimana cara yang kau pergunakan, yang pasti Tuhan tau apa yang ada di dalam hatimu, Dia selalu bisa membaca niatan hambaNya. Percaayalah, Tuhan itu ada.

Tulisan Ketujuh "Sekedar Cerita 2"


Ingin sekali aku berteriak kepadamu bahwa aku adalah orang yang mencintaimu dan tersakiti oleh sikapmu dulu. Ingin rasanya airmata ini kutumpahkan saat itu juga, agar kau dapat melihat betapa rapuhnya hati seorang gadis kecil yang pernah kau akui sebagai seorang yang kau sayangi ini.
Saat itu aku tak banyak berbicara kepaadamu, hanya obrolan kecil yang awalnya cukup canggung. Namun dengan menekan segala keraguan yang ada aku berusaha untuk membiasakan diri. Tak juga terpungkiri raut wajah gugupmu. Tertawalah dalam hati diriku ini. Duduk disampingmu, mendengar suaramu, bahkan menyentuh tanganmu. Tuhan, ini begitu nyata. Dia yang kucinta ada didepan mata, dia yang selalu menjadi alasan mengapa aku rapuh. Beberapa jam kuhabiskan waktu bersamamu, tak terasa kita harus berpisah. Menciptakan jarak kembali, dan kuharap kita dapat bertemu lagi. Kulambaikan tangan seraya jarak semakin menjauh dan tak kulihat lagi dirimu.
Di perjalan aku selalu mengingat setiap hal kecil yang baru saja kita alami. Sangat mengharukan. Terimakasih untuk hari itu. Mungkin itu adalah kado terindah di bulan April untukku. Satu hari sebelum 30 April, ulangtahunku. Kau mulai aneh, marah tidak karuan, menciptakan emosi yang begitu meluap. Apa yang terjadi? Aku berpikir bahwa ini hanya trikmu untuk memberikan kejutan di hari ulangtahunku besok. Kutunggu jam bergerak kearah 12, namun tak kutemukan kemunculanmu di layar ponselku. Hanya beberapa teman sepermainanku, dan aku mulai putus asa. Ternyata kau benar-benar marah.
Namun tidak, tepat pukul 04.00 ponselku berbunyi, satu panggilan dari nomer yang disembunyikan. Aku malas mengangkatnya, karena mataku masih terpejam. Dengan berat hati aku angkat jua panggilan masuk itu, tidak ada suara. Ah orang iseng, kututup panggilan itu. Beberapa saat kemudian namamu muncul, segera kuangkat lagi, dan benar saja kau meminta maaf atas kemarahan yang tak berasalanmu itu, kau berkata bahwa itu memang sudah direncanakan. Pagi itu kau mengingatkanku akan pertama kalinya kau bilang bahwa kau menyayangiku, dank kau lakukan lagi saat itu. Sungguh aku sangat bahagia, namun tak bisa kupungkiri bahwa keraguan yang besar juga bersarang di hati ini. Permintaanmu untuk kembali. Aku takut kau akan meyakitiku lagi, aku terlalu takut lebih banyak air mata yang akan jatuh, aku takut. Kau meyakinkanku bahwa kita akan memulai yang baru, dan kesalahan yang lalu akan menjadi pelajaran bagimu. Pagi itu, kita kembali seperti dulu. Kembali tepat disaat 16 tahunku.
Hari-hari tak pernah sepi lagi, kau hadir kembali dengan segenap perasaan yang kau miliki.
Namun benar, hal itu tak bertahan lama. Kau mulai sering menghilang dan tak pernah ada kabar. Aku yang mulai terbiasa ini pun jarang menanyakan kemana dirimu pergi. Waktu terus berjalan dank au masih sama, aku geram akan tindakanmu yang dapat menghubungi orang lain sementara aku? Aku kau acuhkan seperti tak pernah ada. Aku ingin menanyakan kejelasan kepadamu, tapi aku sudah tau respon apa yang akan kau berikan nantinya. Kau pikir aku ini apa? Aku punya hati, dan hatiku ini masih memiliki perasaan. Pikiran buruk mulai menyelimuti, prasangka demi prasangka muncul. Bukan aku yang menginginkan hal ini, tapi sikapmu yang tak pasti. Aku selalu menerka-nerka salah dan dosa apa yang kulakukan padamu? Tak kunjung kutemukan jawaban, kutanyakan kepamu namun kau kembalikan semua pertanyaan itu kepadaku.
Aku mulai merasa keputusanku ini salah. Menerimu kembali seharusnya tidak perlu. Tingkahmu semakin menjadi dan kau seolah ingin menjatuhkan harga diriku. Apa sebenarnya maumu? Dengan seenaknya kau mempermainkan perasaan yang sudah beberapa kali ini kau sakiti. Lupakah kau akan segala ucapanmu sendiri? Atau kau tiba-tiba menderita amnesia? Tindakanmu hanya diam seribu bahasa. Kau pasti tau aku menjerit disini, tapi apa yang kudapat? Kebisuan, ya kebisuan oleh orang yang telah meminta kembali kepadaku dan kini meninggalkanku dengan segala kepedihan dan harga diri yang terinjak.

Sabtu, 01 Februari 2014

Tulisan Keenam "Sekedar Cerita 1"

12 Agustus 2012, kau berkata akan membuat kejutan untukku. Tapi aku malah tertidur. Dan krtika aku terbangun kau tidur. Tapi ketika jam dinding menunjukkan pukul 04.00, kau mengatakan bahwa engkau menyayangiku. Aku sempat ragu, tetapi aku tak bisa membohongi perasaan, bahwa aku juga menyayangimu. Dari situlah kaau dan aku memulai hubungan dengan apa adanya. Entah kenapa perasaan ini semakin kuat setiap harinya. Caramu membuatku untuk tertawa, suasana yang tak pernah membuatku bosan. Meskipun kita tak pernah bertatap muka. Selang waktu berlalu, sekitar akhir Januari, aku mulai mengetahui seseorang dari masa lalumu. Seperti perempuan yang lain, aku mulai merasa cemburu melihat kenangan masa lalumu, meskipun kau bilang tak lagi menyukainya.
Awal Februari , aku mulai merasa bahwa hubungan kita sudah kasat mata, dan benar saja 26 Februari kau mengakhirinya. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Sangat susah menjabarkan bagaimana kesakitan ini menjalar. Aku menangis, tapi tidak menggila. Malam itu aku memintamu untuk menemaniku. Daa esoknya, kehampaan mulai menyelimuti.
Kujalani beberapa beberapa hari tanpamu. Disela dingin malam aku selalu mengingat kita, alhasil airmataku jatuh. Aku tidak pernah menyalahkanmu, karena aku yang masih kekanakan. Aku sadar.
Ketika adaa seseorang baru dala kehidupanku, selang 2 minggu saja. Aku memutuskan untuk mengubur perasaanku padamu dan mencoba menjalani hari dengannya. Aku tau tak adil baginya, tapi aku selalu berusaha melakukan yang terbaik untukknya. Bersama dia, aku mulai melupakan sedikit tentangmu.
Dia yang periang, sama sperti aku. Tapi dia juga kekanakna, sepertiku. Taapi aku menghargainya. dia membuatku merasa bahwa akulah perempuan yang ditakdirkan untuknya. Dia menjagaaku tentu aku tau.
Sementara itu kau mulai dekat dengan seorang temanku. Kau bercerita tentang kita. Taapi kedekatanmu masih membuatku cemburu. Entah apa yang kalian bicarakan, tapi aku merasa kau mulai menyukainya.
Pernah disaat aku bersama dengan temanku itu, entah apa yang ada dalam pikiran kalian. Kau dan temanku saling berbicara di telepon dan aku ada disana. Aku menangis, dan masih karenamu.
Entah aapa yang kurasakan saat itu, marah? Tentu aku marah. Tetapi kau malah menyalahkanku dan akhirnya aku yang meminta maaf. Selalu aku. Aku sadar tak perlu seperti ini, dia teanku. Aku harus mempercayainya, dan kau, bukan lagi siapa-siapaku.
Perasaanku mulai tumbuh kembali kepadamu, meskipun aku telah bersamanya. Tapi kau juga kembali seperti dulu. Aku masih ingat bagaimana cara yang kulakukan saat aku mengirimkan pesan kepadamu, padahal dia adaa disampingku. Ah sungguh baajingaan diriku ini. Mungkin kau juga.
Sampai pada suatu saat kau menguak kembali kenangan-kenangan kita. Disaat aku berpikir bahwa kau tak pernah peduli. Ternyata, kau peduli. Kata-kata yang menyentuh, bagaimana kesakitan yang kau rasakan, aku baru mengetahuinya.aa
Malam itu, 27 Maret aku menangis sejaadinya. Kau meneleponku, menemaniku hingga jatuh tertidur. Aku menyerah pahda perasaanku.
Esoknya dengan mata sembab aku bersekolah, dan kulihat wajah khawatirnya. Maaafkan aku, aku tak bisa jujur padanya. Pasti terlalu sakit untuknya. Keesokan harinya dia mengetahui sebab dari sembabnya mataku, entah darimana. Aku melihat raut marah diwajahnya, dan saat itu aku mulai benar-benar bertekad melupakanmu.
Namun tidak bisa, entah kenaapa aku mulai ragu akan dia. Dia mulai menjauh dan aku mengetahui satu rahasia tentangnya. Aku memutuskannya, 8 April.
Sejak saat itu aku bertambah dekat denganmu lagi.
Pertengahan April aku akan pergi ke kotamu untuk mengikuti sebuah acara, namun karena beberapa alasan hal itu dibatalkan. Pada tanggal 27 April, malam sebelumnya temanku yang tadi memaksaku untuk menoton sebuah pertunjukan di Taman Hiburan Rakyat. Aku tidak bisa pergi, karena berbagai kemungkinan dan alasan. Tapi paginya dengan berat hati aku pergi, dan untuk pertama kalinya aku membolos.
Masih menggunakan seragam aku naik bis dengan teman yang sempat aku benci. Duduk di kursi palin belakang. Tak ada sepintas pikiran untuk bertemu denganmu, karena 2 hari lalunya kita bertengkar. Temanku menyuuhku untuk menghubungimu, karena saat temanku mengajakmu kau bilang tidak bisa menemani dan hari itu ada ulangan. Dengan perasaan yang kutekan kuat-kuat aku menghubungimu dan membujukmu ikut, namun tiba-tiba ponselku ati. Ah selalu tak memihak. Aku putus asa.

Tibalah aku ditempat pertunjukan, aku bertemu dengan teman-teman komunitas yang ikut dalam pertunjukan, mereka satu kota denganku dan kebetulan disana ada saudaraku. Mereka masih bersiap diri. Aku pergi ke kamar madi, saat disitulah temanku bilang bahwa kau akan datang dan sudah di perjalanan. Hatiku berkecamuk, senang, gugup, rasanya… entahlah. Kalian bisa membayangkan bagaimana rasanya bertemu untuk pertama kalinya dengan seseorang yang membuat kalian jatuh cinta. Kau menyuruh kami untuk menunggu di gerbang. Aku sempat tak mau karena sangat gugup. Tapi pada akhirnya tetap saja aku menunggumu di depan gerbang. Lama aku menunggu, sekitar 45 menit, dan selama itu pula rasa gugup dan salah tingkahku menyeruak. Berkali-kali aku mendekati jalanan untuk memastikan kau datang, tapi tak kunjung tiba . 4 gelas air mineral habis kuteguk. Sungguh menyebalkan, dan saat aku kembali menengok kea rah jalan. Temanku memanggil dan ternyata kau sudah ada disampingnya.
Kalian berjalan dulu, dan aku dibelakang. Sunggu sangat sussah untuk menetralkan tingkah ini. Setelah beberapa banyak langkah, aku pun mulai terbiasa.
~~~~~